Sabtu, 29 Mei 2010

TEMPAT BERSEJARAH DILAMPUNG BARAT

LAMPUNG Barat (Lambar) menyimpan begitu banyak peninggalan nenek moyang dari zaman prasejarah, kerajaan, hingga masa perjuangan kemerdekaan. Beberapa peninggalan seperti patung, pahatan bercorak Megalitikum yang tersebar di sekitar Pura Wiwitan, Sumberjaya, Kenali, Batubrak, Liwa, dan Sukau. Peninggalan ini adalah artefak yang menceritakan muasal orang Lampung.

Kawasan ini merupakan wilayah pengaruh Kerajaan Skalabrak yang bertahta di lereng Gunung Pesagi. Saat itu--ada yang menyebut, Kerajaan Skalabrak berdiri 250--1600 Masehi, hingga masuknya agama Buddha--masyarakat yang menetap di kawasan Lambar adalah suku Tumi.

Masyarakat ini menyembah pohon besar bernama melasa kepapang. Pohon ini berbatang pohon nangka, dahannya dari jenis kayu sebukau.
Dari cerita turun-temurun, getah dahan melasa kepapang bisa menimbulkan penyakit kulit. Obatnya hanya getah batang nangka itu.

Dari Skalabrak ini--cerita ini diterima warga turun-temurun--masyarakat Lampung tersiar ke segenap penjuru mengikuti aliran Sungai Komering, Semangka, Sekampung, Seputih, Tulangbawang, Way Umpu, Way Rarem, dan Way Besai. Ahli purbakala Dr. Fn. Fune dari Jerman--dan sejumlah peneliti lain--menyatakan Skalabrak adalah daerah asal orang Lampung.

Islam masuk Skalabrak lewat empat umpu yang bernama Belunguh (Buay Belunguh di Tanjungmenang, Kenali), Umpu Pernong (Buay Pernong di Hanibung), Umpu Bejalan Di Way (Buay Bejalan di Puncak Dalam), dan Umpu Nyerupa (Buay Nyerupa di Tapak Siring).
Pohon melasa kepapang kemudian ditebang Paksi Pak Skalabrak (keempat umpu itu). Pohon itu lalu dibuat pepadun, yakni perangkat adat yang menyerupai singgasana. Dari sinilah tradisi adat cakak pepadun bermula, seperti berkembang di Abung, Waykanan, Sungkai, dan Pubian.


BATU KEPAPANG

Satu peninggalan prasejarah adalah Batu Kepapang. Situs ini terletak di Pekon Kenali, Kecamatan Belalau. Meskipun tidak ada plang nama, tidak sulit menuju petilasan ini. Asalkan bertanya pada warga sekitar, kita dengan mudah menjangkau lokasi Batu Kepapang.

Situs ini berada di belakang SDN 1 Kenali. Pagar semen mengelilingi areal situs yang ditumbuhi tanaman cokelat, pisang, dan berbagai tanaman kebun. Situs ini terletak di tanah penyimbang (sai batin dalam bahasa setempat).

Satu-satunya penjelas kalau situs ini peninggalan purbakala hanyalah sebuah marmer bertuliskan "Situs Batu Kepapang" yang ditandatangani Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. Marmer ini ditempel di pagar tembok yang baru dibuat. Menurut warga, situs ini nyaris terbengkalai. Baru dipagar setelah diberi bantuan Gubernur Rp5 juta.

Di sekeliling Batu Kepapang, tertutup tanaman, terlihat sembilan batu besar. "Masih ada sembilan batu lagi yang belum digali. Batu-batu itu tempat duduk para petinggi Kerajaan Skalabrak," ujar Haidar Hadi H.S., tokoh masyarakat Kenali.

Ada dua riwayat Batu Kepapang. Pertama, cerita yang menyatakan kalau situs ini peninggalan masyarakat Tumi--yang merupakan nenek moyang orang Lampung yang tinggal di Kerajaan Skalabrak. "Batu Kepapang itu tempat menyembelih orang-orang terpilih, terutama gadis-gadis cantik. Ketika itu masyarakat belum mengenal agama, jadi mereka masih animisme," kata Haidar.
Gadis itu yang tercantik di Skalabrak. "Daging gadis korban itu dimakan masyarakat. Harapannya, seluruh masyarakat Skalabrak memiliki sifat dan kecantikan yang sama," kata Haidar.
Kisah kedua, Batu Kepapang digunakan pada zaman kemerdekaan untuk mengadili atau memotong orang-orang. Namun, kisah ini tidak begitu dikenal masyarakat. Masih diragukan kebenarannya.

BEGUK SAKTI

Tidak jauh dari Batu Kepapang, terdapat tempat keramat yang oleh masyarakat disebut Beguk Sakti--bahasa setempat menyebutnya "begukh". Tempat keramat ini berada di rumah kayu kecil.
Di bangunan bercat putih ini terdapat ranjang besi, tanpa papan atau kasur. Di bawahnya terdapat batu-batu menhir tersusun. Di sinilah makam si Beguk Sakti.
Warga yakin Beguk Sakti adalah panglima perang di Krui. Ia memiliki nama asli M. Syarifudin.
Kisahnya, sang panglima bosan perang. Dia meminta kepalanya dipenggal dengan sembilu yang terbuat dari bambu tanpa ruas. Lalu, kepala sang panglima dibawa pulang dan dimakamkan di Kenali. Permakaman ini oleh masyarakat disebut keramat Beguk Sakti.
Tubuh Beguk Sakti dimakamkan di Krui; yang dikenal sebagai Keramat Slalau.

SITUS PURAJAYA

Wisata arkeologis bisa dilanjutkan ke Desa Purajaya di Kecamatan Sumberjaya. Dari Liwa, desa ini ditempuh sekitar 2 jam perjalanan.
Di Purajaya terdapat situs Megalitikum sangat luas, mencapai 2 hektare. Di sini terdapat batu-batu menhir dan dolmen peninggalan prasejarah abad ke-6.
Benda-benda ini tersusun tegak lurus. Informasi yang diyakini warga, batu-batu ini sebagai tempat pemujaan pada dewa juga sebagai tempat persembahan korban berupa gadis cantik.

SISI BUAY PERNONG

Sebelum sampai Liwa, tepatnya di Way Pernong, berdiri rumah adat yang indah. Rumah ini terletak di sisi sebelan kanan jalan menuju Liwa. Rumah adat ini dimiliki keturunan Buay Pernong.
Sebagian rumah adat ini masih asli, beberapa bagian yang direnovasi karena rusak saat gempa 1993 lalu. Di sini terdapat meriam besar buatan zaman Belanda yang berasal dari Krui. Selain itu, banyak benda kuno seperti lemari dan kursi.
Di belakang rumah adat ini terdapat makam Raja Selalau ketiga dan penerusnya. Di atas batu-batu yang menutupi makam, terdapat berbagai tanda berbentuk seperti binatang atau lambang tertentu.
Selain makam Raja Selalau, di dekat areal makam juga terdapat semacam benteng tanah berbentuk parit sedalam 1,5--3 meter. Benteng ini mengingatkan pada benteng parit yang terdapat di situs Pugungraharjo. Sayangnya, benteng parit ini belum dipugar instansi terkait atau diteliti lebih lanjut.

BATU PUTRI

Di Kenali juga terdapat situs yang disebut Batu Sepadu atau Batu Putri. Menuju situs ini harus melewati jalanan kecil beraspal, dengan turunan dan tanjakan yang lumayan curam.
Sebuah rumah panggung kecil dari kayu berdiri di perkebunan. Di bawahnya terdapat sebuah batu seperti perempuan berambut panjang sedang duduk. Pagar tembok mengelilingi batu itu.
Di situs ini ada jamur yang menempel di batu. Warga yakin, jika ditempelkan di kulit, jamur ini langsung jadi panu; yang obatnya ada di salah satu batang pohon di lokasi ini.
Menurut Mawardi, tokoh pemuda Kenali, Batu Sepadu ini dulunya seorang putri. Dengan janji akan memberi imbalan, sang putri meminta seseorang memindahkan air dari Way Besohan di Krui ke Kenali. Ternyata, setelah air dipindahkan, putri itu ingkar. Lalu, dia disumpah jadi batu.
Dalam rumah kayu itu terdapat kursi, meja, ranjang besi lengkap dengan kasur-bantal, dan dua kayu yang sangat tua. Kayu hitam ini terdapat pahatan motif-motif.